TUGAS EKONOMI KOPERASI
BAB X
10.1 KUALITAS PELAYANAN
KEPADA ANGGOTA KOPERASI
A. Keanggotaan koperasi
Menurut UU Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian, pengertian Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi adalah suatu
perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan
kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara
kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan para
anggotanya (Arifinal Chaniago, 1984: 1). Pendapat senada dengan pendapat Ropke,
jochen (1985) yakni koperasi merupakan organisasi yang anggotanya sebagai
pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan.
B. Kualitas Pelayanan
Pelayanan pada
hakikatnya adalah serangkaian kegiatan dalam proses pemenuhan kebutuhan melalui
aktifitas orang lain, oleh karena itu pelayanan merupakan proses. Sebagai
prose, pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan (Moenir, 1995:
27). Sagimun dalam Purwanti (1999: 5) pelayanan adalah pemenuhan kebutuhan
anggotanya baik pemenuhan material maupun spiritual. Kotler (1998: 83)
merumuskan pelayanan sebagai tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh
satu pihak ke pihak yang lain secara prinsip intangible dan
tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Menurut Olsen dan Wyekoff
dalam Yamit (2001: 22) kualitas pelayanan merupakan suatu perbandingan antara
harapan pemakai jasa dengan kinerja kualitas jasa pelayanan. Dengan kata lain
ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu harapan dan
kinerja yang dirasakan karyawannya.
Syafrizal dalam jurnal Kualitas Pelayanan
dalam Kepuasan Pelanggan (2008), kualitas pelayanan merupakan penyampaian
secara excellent atau superior pelayanan yang ditujukan untuk memuaskan
pelanggan sesuai dengan persepsi dan harapannya. Kepuasan pelanggan akan
tercapai bila kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan sama dengan jasa
yang diharapkan, dalam arti kesenjangan yang terjadi adalah kecil atau masih
dalam batas toleransi.
C. Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Parasuraman
(1998: 77), bahwa terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yaitu sebagai
berikut:
1.
Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu organisasi dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik organisasi dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi
fasilitas fisik (gedung), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan
(tekhnologi), serta penampilan pegawainya.
2.
Reliability, atau
keandalan yaitu kemampuan organisasi (perusahaan) untuk memberikan pelayanan
sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus disesuaikan
dengan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik.
3.
Responsiveness, atau
tanggapan yaitu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat
dan tepat kepada pelanggan, penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan
konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan
persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.
4.
Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu, pengetahuan,
kesopansantunan, dan kemampuan pegawai untuk menumnbuhkan rasa percaya para
pelanggan perusahaan (organisasi). Dimana jaminan ini terdiri dari beberapa
komponen antara lain: komunikasi, keamanan kompetensi, dan sopan santun.
5.
Empaty,
yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau bersifat
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen. Dimana suatu perusahaan (organisasi) diharapkan memiliki pengertian
dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan secara spesifik, serta
memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Menurut Moenir (1995:
40), banyak kemungkinan tidak adanya layanan yang memadai antara lain:
a.
Tidak/kurang adanya
kesadaran terhadap tugas atau kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya.
Akibatnya mereka bekerja dan melayani seenaknya.
b.
Sistem, prosedur dan metode
kerja yang ada tidak memadai sehingga mekanisme kerja tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
c.
Pengorganisasian tugas
pelayanan yang belum serasi, sehingga terjadi simpang siur penanganan tugas,
tumpang tindih atau tercecernya suatu tugas tudak ada yang menangani.
d.
Pendapatan pegawai tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
Akibatnya pegawai tidak tenang dalam bekerja, berusaha mencari tambahan
pendapatan dalam jam kerja.
e.
Kemmapuan pegawai yang
tidak memadai untuk tugas yang dibebankan kepadanya. Akibatnya hasil pekerjaan
tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan.
f.
Tidak tersedianya sarana pelayanan yang memadai, yang
mengakibatkan pekerjaan menjadi lamban, waktu banyak yang hutang dan
penyelesaian masalah terlambat. Dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang telah
dikemukakan diatas, harus dilaksanakan dengan baik. Apabila tidak hal tersebut
menimbulkan kesenjangan antara organisasi (perusahaan) dan pelanggan karena
perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Menurut Rambat Lupiyoadi
(2001: 150). Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya
perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan sebagai berikut:
1. Gap Persepsi Manajemen Yaitu adanya perbedaan
antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi managemen
mengenai harapan pengguna jasa.
2. Gap Spesifikasi Kualitas.Yaitu kesenjangan antara
persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas
jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen
manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak
memadainya standarisasi tugas dan tidak adanya penyusunan tujuan.
3. Gap Penyampaian
Pelayanan. Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas dan
penyampaian jasa. Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
a. Ambisius peran, yaitu sejauh mana pegawai dapat melakukan
tugas sesuai dengan harapan pelanggan.
b. Konflik peran, yaitu
sejauh mana pegawai meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak.
c. Kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya.
d. Kesesuaian tekhnologi yang digunakan pegawai.
e. Sistem pengendalian atasan, yaitu tidak memadainya system
penilaian dari system imbalan.
f. Perceived control yaitu
sejauh mana pegawai merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan
cara pelayanan
g. Team work yaitu
sejauh mana pegawai dan managemen merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan
pelanggan secara bersama-sama dan terpadu.
4. Gap Komunikasi.Yaitu kesenjangan antara
penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi karena tidak
memadainya komunikasi horizontal dan adanya kecenderungan untuk memberikan
janji yang berlebihan. Dalam hal ini komunikasi eksetrnal telah mendistorsi
harapan pelanggan.
5. Gap dalam pelayanan yang
dirasakanAdalah perbedaan persepsi antara
jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan (Rambat Lupiyoadi 2001:
151).
10.2 MANAJEMEN STRATEGI
PELAYANAN KEPADA ANGOTA KOPERASI
Menurut G. Terry, Manajemen adalah suatu proses yang
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
penggunaan suatu ilmu dan seni secara bersam-sama menyeesaikan tugas untuk
mencapai tujuan. Strategic adalah rencana jangka panjang dengan diikuti
tindakan-tindakan yang ditunjukan untuk mencapai tujan suatu organisasi.
Menurut Ketchen, Manajemen strategi
koperasi adalah suatu ilmu perencanaan, pengorganisasian, penerapan dan
pengawasan terhadap alokasi sumber daya untuk menerapkan suatu kebijakan dalam
koperasi tersebut agar tercapainya suatu tujuan yang sudah direncanakan.
Mengacu pada pendapat Peter Davis,
ada beberapa hal penting dalam manajemen strategi koperasi diantaranya:
1. Strategi
harus berjalan pada tingkat fungsional operasional, maupun tingkat koperasi
sebagai badan usaha.
2. Tidak
akan pernah ada program manajemen strategis koperasi yang efektif tanpa
manajemen sumber daya manusia.
3. Koperasi
perlu melakukan merjer dan bukan bersaing di dalam pasar global, tetapi harus
mampu bersaing dengan perusahaan transnational di dalam pasar nasional.
4. Identitas
dan tujuan koperasi member koperasi arah strategis dan legitimasi serta
diferensiasi di dalam pasar yaitu nilai-nilai koperasi yang besar.
5. Koperasi
dapat mengembangkan suatu global brand, berdasarkan identitas, nilai-nilai dan
tujuan koperasi.
6. Koperasi
harus belajar untuk bekerjasama pada tingkat global, pada wilayah pemasaran
public image dan kesarana masyarakat terhadap gerakan koperasi serta
mengembangkan top quality management.
Tujuan dari manajemen strategis
adalah agar suatu koperasi mampu menjaga kesesuaian antara identitasnya dan
tujuannya serta lingkungannya. Koperasi harus mengembangkan strategi untuk
menjaga dan mengembangkan pangsa pasarnya dan mengembangkan kemampuan memasok
sesuai dengan kebeutuhan anggota dan pelanggannya secara menyeluruh. Strategi
pada akhirnya berarti pencapaian keuntungan kompetitif di pasar.
10.3 PELAKSANAAN
STRATEGI
Salah satu konsep yang dimiliki kaitan erat dan berdampak
langsung terhadap keberhasilan pendekatan kualitas pelayanan adalah system
computer. Dalam usaha meningkatkan pelayanan, tiap organisasi haruslah
memperhatikan dan mendengarkan pendapat yang dikeluarkan oleh pelanggan
mengenai jasanya (Berry dan Parasuraman, 1997: 79). Dalam mengembangkan kualitas
pelayanan yang efektif melalui system informasi, ada lima petunjuk yang perlu
dilakukan (Berry dan Parasuraman, 1997: 80) :
a. Mengukur besarnya harapan pelanggan atas pelayanan.
Perusahaan atau suatu organisasi harus dapat mengukur besarnya harapan yang
muncul atas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.
b. Menentukan di mana titik berat kualitas informasi.
Perusahaan atau organisasi harus mampu menetapkan titik berat kualitas
informasi yang ingin dicapai. Penitikberatan kualitas informasi pada proses
keputusan pihak manajemen yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan yang
diharapkan.
c. Mengetahui saran pelanggan. Perusahaan atau organisasi
dituntut untuk dapat mendengarkan dan memahami saran pelanggan mengenai produk
atau jasanya.
d. Menghubungkan kinerja pelayanan dan output yang
dihasilkan oleh perusahaan. Organisasi diharapkan mampu mengkaitkan kinerja
pelayanan dengan tujuan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa koperasi harus
mampu memberi alternatif rasional bagi pelanggannya (anggota) melalui berbagai
kebijakan insentif usaha maupun perbaikan dalam teknis pelayanan pelanggan.
Sehingga indikator yang digunakan pada variabel kualitas
pelayanan ini adalah:
1) Ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan.
2) Kesesuaian dalam hasil pelayanan yang diberikan.
3) Pemberian fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang
10.4 EVALUASI DAN
KONTROL
Ada
beberapa karakter yang membuat evaluasi strategi kita menjadi efektif. pada
bagian ini kita akan membahas tiga karakter utama agar aktivitas evaluasi tidak
berlangsung dengan sia-sia, yaitu:
1.
Ekonomikal. Aspek yang kita perlukan dalam evaluasi ini adalah informasi atas
kinerja yang indikatornya sudah diterapkan terlebih dahulu. Ketika informasi
yang didapat lengkap maka akan semakin baik.
2.
Aspek yang bermakna. Tindakan evaluasi yang akan kita lakukan harus sesuai
dengan tujuan yang telah kita tetapkan. Karena itulah yang merupakan penentuan
prioritas, kriteria kerja dalam penilaian, pembobotan yang akurat menjadi penting
dalam evaluasi kerja.
3.
Tepat waktu. Evaluasi yang dilakukan dilakukan tepat pada waktunya, karena itu
perusahaan dalam situasi persaingan bisnis sekarang harus memanfaatkan dukungan
teknologi informasi. Berbagai persoalan terkait degan kemutakhiran informasi
untuk pengawasan kini bisa dipecahkan dengan dukungan teknologi.
Untuk
menggambarkan karakter ini kita bisa mencontohkan lewat perusahaan perkebunan,
misalnya, yang memiliki kebun di remote area, di kawasan jauh dari dari
perkotaan memiliki perangkat teknologi untuk memantau perkembangan pengelolaan
kebun. Mereka memiliki foto dari satelit untuk informasi rinci seperti beberapa
tanaman yang ada di sejumlah luas lahan tertentu. Dari informasi yang di input
setiap hari, manajemen di kota-kota besar seperti Jakarta dapat mengetahui
perkembangan taman-taman dalam waktu yang cepat sekali.
Contoh
lain bisa juga seperti BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika),
dimana BMKG memiliki perangkat teknologi untuk memantau dan meramal segala
aktivitas mulai cuaca, iklim, hingga seluruh perkembangan sifat alami bumi dan
gejalanya. Karena BMKG memiliki foto dari satelit untuk informasi rinci
mengenai segala aktivitas di bumi Indonesia dan sekitarnya serta memiliki
rekaman satelit pada masing-masing wilayah Indonesia.
Sumber :
Hudiyanto, 2002, Sistem Koperasi (ideologi &
pengelolaan),Yogyakarta, UII Press.
Samuelson,
P.A. dan W.D.Nordhaus, 2001, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Media Global
Edukasi.
Sugiharsono,
2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP DEPDIKNAS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar