Pengertian sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau
konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Senada dengan itu Winardi mengemukakan : Pertentangan atau konflik yang
terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan
atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan
akibat hukum antara satu dengan yang lain. (2007: 1)
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat : Sengketa adalah pertentangan
antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang
suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya. (2003: 14)
Senada dengan hal tersebut diatas Edi Prajoto mengatakan Bahwa : Sengketa
tanah adalah merupakan konflik antara dua orang atau lebih yang sama mempunyai
kepentingan atas status hak objek tanah antara satu atau beberapa objek tanah
yang dapat mengakibatkan akibat hukum tertentu bagi para pihak. (2006:21)
Penyebab:
1.
Kesalahpahaman tentang suatu hal.
2.
Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.
3.
Dua negara berselisih pendirian tentang suatu hal.
4.
Pelanggaran hukum / Perjanjian Internasional.
Penyelesaiannya
:
Penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah badan
yang disebut dengan pengadilan. Sudah sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun
badan-badan pengadilan ini telah berkiprah. Akan tetapi, lama kelamaan badan
pengadilan ini semakin terpasung dalam tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh
para justitiabelen (pencari keadilan), khususnya jika pencari keadilan tersebut
adalah pelaku bisnis, dengan sengketa yang menyangkut dengan bisnis ekonomi. Maka
mulailah dipikirkan alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa. Adapun
alternatif-alternatif tersebut adalah sebagai berikut :
1. Negoisasi
Negosiasi
adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak – pihak yang terlibat berusaha
untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus
Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui
diskusi formal.
Negosiasi
merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi
kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan
kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi,
kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu
Pengertian
Negosiasi
Negosiasi
adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan
dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan
kedua pihak.
Pola Perilaku
dalam Negosiasi
a)
Moving against
(pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan
kelemahan pihak lain.
b)
Moving with (pulling):
memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi,
mengembangkan interaksi.
c)
Moving away
(with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan,
berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
d)
Not moving
(letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and
now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan
Negosiasi
a)
Mampu melakukan
empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
b)
Mampu
menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat
dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
c)
Mampu mengatasi
stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar
perhitungan.
d)
Mampu
mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami
sepenuhnya gagasan yang diajukan.
e)
Cepat memahami
latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan
keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Fungsi
Informasi dan Lobi dalam Negosiasi
a) Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang
lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih
menguntungkan.
b) Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan
ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
c) Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden
agenda dari salah satu/ kedua pihak, maka lobyingdapat dipilih untuk menggali
hiden agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan
yang lebih terbuka.
2. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh
mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama
dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau
musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau
menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung.
Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk
Mediasi
Ø Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis
hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator
supaya dilaksanakan mediasi.
Ø Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan
penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
Ø Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak
yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha
mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
Ø Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil
perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis
yang memberikan penetapan.
Mediator
Mediator adalah pihak netral yang
membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
·
Netral
·
Membantu para pihak tanpa menggunakan
cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Tugas Mediator
Ø Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan
mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
Ø Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara
langsung berperan dalam proses mediasi.
Ø Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan
kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
Ø Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri
dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak.
3. Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata
yang bersifat swasta di luar pengadilan umum yang didasarkan pada kontrak
arbitase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa, dimana
pihak penyelesai sengketa (arbriter) tersebut dipilih oleh para pihak
yang bersangkutan, yang terdiri dariorang-orang yang tidak berkepentingan
dengan perkara yang bersangkutan, orangorang mana akan memeriksa dan memberi
putusan terhadapa sengketa tersebut.
Orang yang bertindak untuk menjadi penyelesai sengketa
dalam arbitrase disebut dengan arbriter. Arbiter ini, baik tunggal maupun
majelis yang jika mejelis terdiri dari 3 (tiga) orang. Di Indonesia
syarat-syarat untuk menjadi arbiter adalah sebagi berikut:
1. Cakap dalam melakukan tindakan hukum.
2. Berumur minimal 35 tahun.
3. Tidak mempunyai hubungan sedarah atau semnda sampai
dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa.
4. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan
lain atar putusan arbitrase.
5. Mempunyai pengalaman atau menguasai secara aktif dalam
bidangnya paling sedikit 15 tahun.
6. Hakim, jaksa, panitera dan pejabat lainnya tidak boleh
menjadi arbriter.
Arbitrase (nasional maupun internasional) menggunakan
prinsip-prinsip hukum sebagai berikut:
1. Efisien.
2. Accesbility (terjangkau
dalam artinya biaya, waktu dan tempat).
3. Proteksi hak para pihak.
4. Final and Binding.
5. Adil (Fair nad Just).
6. Sesuai dengan sense of jutice dalam masyarakat.
7. Kredibilitas. Jika arbiter memiliki kredibilitas maka
putusannya akan dihormati orang.
Berbagai Macam Arbitrase
Untuk menyelesaiakan berebagai sengketa ekonomi,
arbitrase adalah penyelesaian sengketa alternatif yang sering dipergunakan.
Akan tetapi, dalam praktik terdapat berbagai macam arbritrase, yaitu sebagai
berikut:
1. Arbitrase Meningkat
2. Arbitrase Tidak Meningkat
3. Arbitrase Kepentingan
4. Arbitrase Hak
5. Arbitrase Sukarela
6. Arbitrase Wajib
7. Arbitrase Ad Hoc
8. Arbitrase Lembaga
9. Arbitrase Nasional
10. Arbitrase Internasional Teknis
11. Arbitrase Kualitas
12. Arbitrase Teknis
13. Arbitrase Umum
14. Arbitrase Bidang Khusus
Kelebihan dan Kekurangan
Arbitrase
Penyelesaian sengketa dengan suatu arbitrase mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan-kelebihan dari suatu arbitrase adalah
sebagai berikut:
·
Prosedur tidak
berbelit sehingga putusan akan cepat didapat.
·
Biaya yang
lebih murah.
·
Putusan tidak
diekspos di depan umum
·
Hukum terhadap
pembuktian dan prosedur lebih luwes.
·
Para pihak
dapat memilih hukum mana yang diberlakukan oleh arbitrase.
·
Para pihak
dapat memilih sendiri para arbiter.
·
Dapat dipilih
arbiter dari kalangan ahli dalam bidangnya.
·
Putusan dapat
lebih terikait dengan situasi dan kondisi.
·
Putusan umumnya
inkracht (final dan binding).
·
Putusan
arbitrase juga dapat dieksekusi oleh pengadilan, tanpau atau ada dengan sedikit
review.
·
Prosedur
arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat banyak.
·
Menutup
kemungkinan forum shopping (mencoba-coba untuk memilih atau menghindari pengadilan).
Disamping kelebihan-kelebihannya, penyelesaian
sengketa lewat arbitrase banyak juga kelemahannya. Kelemahan–kelemahan tersebut
adalah sebagai beikut:
·
Tersedia baik
untuk perusahaan-perusahaan besar, tetapi tidak untuk persahaan kecil.
·
Due process kurang terpenuhi.
·
Kurangnya unsur
finality.
·
Kurangnya power
untuk menggiring para pihak ke settlement.
·
Kurangnya power
dalam hal law enforcement dan eksekusi.
·
Kurangnya power
untuk menghadirkan barang bukti atau saksi.
·
Dapat
menyenbunyikan dispute dari public scrutiny.
·
Tidak dapat
menghasilkan solusi yang bersifat preventif.
·
Putusan tidak
dapat diprediksi dan ada kemungkinan timbulnya putusan yang saling
bertentangan.
·
Kualitas
putusan sangat bergantung pada kualitas arbiter (an arbitration is a good as
arbitrators).
·
Berakibat
kurangnya semangat dan upaya untuk memperbaiki pengadilan konvensional.
·
Berakibat
semakin tinggi rasa permusuhan dan hujatan terhadap badan badan pengadilan
konvensional.
Prosedur Arbitrase
Suatu prinsip penting dalam prosedur beracara
arbitrase adalah bahwa prosedur tersebut sederhana, cepat dan murah, yakni
harus lebih sederhana, lebih cepat dan lebih murah dari prosedur pengadilan
biasa. Pokok-pokok prosedur beracara diarbitrase adalah sebagai berikut:
·
Permohonan arbitrase
oleh pemohon.
·
Pengangkatan
arbiter.
·
Pengajuan surat
tuntutan oleh pemohon.
·
Penyampaian 1
(satu) salinan putusan kepada termohon.
·
Jawaban
tertulis dari termohon diserahkan kepada arbiter.
·
Salinan jawaban
diserahkan kepada termohon atas perintah arbiter.
·
Perintah
arbriter agar para pihak menghadap arbitrase.
·
Para pihak
menghadap arbiter.
·
Tuntutan
balasan dari pemohon.
·
Pemanggilan
lagi jika termohon tidak menghadap tanpa alasan yang jelas.
·
Jika termohon
tidak datang juga menghadap sidang, pemeriksaan diteruskan tanpa kehadiran
termohon (verstek) dan tuntutan dikabulkan jika cukup alasan untuk itu.
·
Jika termohon
hadir, diusahakan perdamaian oleh arbiter.
·
Proses
pembuktian.
·
Pemeriksaan
selesai dan ditutup (maksimum 180 hari sejak arbitrase terbentuk).
·
Pengucapan
putusan.
·
Putusan
diserahkan kepada para pihak.
·
Putusan
diterima oleh para pihak.
·
Koreksi,
tambahan, pengurangan terhadap putusan.
·
Penyerahan dan
pendaftaran putusan ke Pengadilan Negeri yang berwenang.
·
Permohonan
eksekusi didaftarkan di panitera Pengadilan Negeri.
·
Putusan
pelaksanaan dijatuhkan.
·
Perintah ketua
Pengadilan Negeri jika putusan tidak dilaksanakan.
Eksekusi Putusan arbirtase
Agar suatu putusan arbitrase benar-benar bermanfaat
bagi para pihak maka putusan tersebut harus dapat dieksekusi, eksekusi tersebut
dapat dilakukan oleh badan pengadilan yang berwenang. Cara melakukan eksekusi
terhadap suatu putusan arbitrase adalah sebagai berikut:
·
Eksekusi secara
sukarela
Eksekusi secara sukarela adalah eksekusi yang tidak memerlukan campur tangan
dari pihak ketua Pengadilan Negeri manapun, tetapi para pihak melaksanakan
sendiri secara sukarela terhadap apa-apa yang telah diputuskan oleh arbitrase
yang bersnagkutan
·
Eksekusi secara
paksa
Eksekusi putusan arbitrase secara paksa adalah bilamana pihak yang harus
melakukan eksekusi, tetapi secara sukarela tidak mau melaksanakan isi putusan
tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya paksa. Dalam hal ini campur
tangan pihak pengadilan diperlukan, yaitu dengan memaksa para pihak yang kalah
untuk melaksanakan putusan tersebut. Misalnya, dengan melakukan
penyitaan-penyitaan. Namun demikian, pengadilan yang berwenang dapat menolak
suatu permohonan pelaksanaan putusan arbitrase jika ada alasan untuk itu.
Terhadap penolakan tersebut, tersedia upaya kasasi. Sedangkan terhadap putusan
ketua Pengadilan Negeri yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase tidak
tersedia upaya hukum apapun. Alasan-alasan yang dapat digunakan oleh pengadilan
(dalam hal ini ketua pengadilan) untuk penolakan eksekusi putusan arbitrase
adalah sebagai berikut:
·
Arbiter memutus
melebihi kewenangan yang diberikan kepadanya
·
Putusan
arbitrase bertentangan dengan kesusilaan
·
Putusan
arbitrase bertentangan dengan ketertiban umum.
·
Keputusan tidak
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
o Sengketa tersebut mengenai perdagangan.
o Sengketa tersebut mengenai hak yang menurut hukum
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
o Sengketa tersebut mengenai hal-hal menurut hukum dapat
dilakukan perdamaian.
Kontrak Arbitrase
Dengan kontrak arbitrase ini yang dimaksudkan adalah
suatu kesepakatan (sebelum atau setelah terjadinya sengketa) diantara para
pihak yang bersengketa untuk membawa ke arbitrase setiap sengketa yang timbul
dari suatu bisnis yang terbit dari transaksi tertentu.
Adapun suatu prisip yuridis yang berlaku terhadap
kontrak arbitrase yaitu Prinsip Seperabilitas. Prinsip seperabilitas (separability
principle) ini mengajarkan bahwa suatu kontrak arbitrase atau klausula
arbitrase secara hukum dianggap berdiri independen. Karena kedudukannya yang
independen dari kontrak pokoknya, maka kontrak arbitrase tetap dianggap sah dan
mempunyai kekuatan penuh meskipun karena suatu sebab kontrak pokoknya tidak sah
atau batal. Jadi, independensi dari kontrak atau klausula arbitrase ini
menimbulkan konsekuensi hukum tidak ikut batalnya kontrak/kalusula arbitrase
meskipun terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Kontrak pokoknya tidak sah, batal, dibatalkan atau
masa berlakunya berakhir.
2. Meninggalnya salah satu pihak.
3. Pailitnya salah satu pihak.
4. Novasi.
5. Insolvensi salah satu
pihak.
6. Pewarisan.
7. Berlakunya syarat-syarat hapusnya peikatan pokok.
8. Jika pelaksanaan perjanjian tersebut dialihkan kepada
pihak kitiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase
tersebut.
Dalam hubungan dengan kontrak arbitrase terdapat
istilah yang disebut dengan Pactum De Compromitendo. Yang dimaksud
dengan Pactum De Compromitendo adalah suatu kesepakatan diantara para
pihak terhadap pemilihan arbitrase yang dilakukan sebelum terjadinya perselisihan.
Disamping itu, ada juga yang disebut dengan “Akta Kompromis” yaitu suatu
kesepakatan penyelesaian sengketa dengan menggunakan saran arbitrase,
kesepakatan mana dilakukan setelah adanya sengketa diantara para pihak. Syarat-syarat
agar suatu akta kompromis dapat mempunyai kekuatan hukum adalah sebagai
berikut:
1. Perjanjian haruslah dalam bentuk tertulis.
2. Perjanjian tertulis tersbut harus ditandatangani oleh
para pihak.
3. Jika para piahak tidak dapat menandatanganinya, harus
dibuat dalam bentukakta notaris.
4. Akta tertulis tersebut haruslah berisikan
muatan-muatan penting seperti:
a. Masalah yang dipersengketakan.
b. Identitas
lengkap para pihak.
c. Identitas arbiter yang dipilih.
d. Jangka waktu penyelesaian sengketa.
e. Pernyataan kesediaan dari arbiter.
f. Pernyataan kesediaan para pihak untuk menanggung
biaya.
Arbitrase Internasional
Arbitrase internasional adalah arbitrase lembaga
maupun arbitrase ad-hoc, yang melibatkan pihak dari 2 (dua) negara yang
berbeda. Jika arbitrase internasional tersebut merupakan suatu arbitrase
lembaga, maka terdapat banyak arbitrase lembaga seperti itu di dunia ini, yakni
arbitrase yang mengkhususkan diri untuk masalah-masalah internasional.
Misalnya:
1. International Chamber of Commerce (ICC).
2. The International Centre for Settlement of Invesment
Disputes (ICSID).
3. London Court of International Dispute (LCID).
4. Singapore International Arbitration Centre (SIAC)
Putusan arbitrasi internasional/asing dapat dieksekusi
di Indonesia karena Indonesia telah mengakui dan tunduk kepada the New York
Convention (10 Juni 1958), yang mewajibkan negara anggotanya untuk
memberlakukan ketentuan yang mengakuiputusan arbitrase asing/internasional.
Berlakunya New York Convention tersebut di Indonesia disahkan
oleh Kepres Nomor 34 Tahun 1981, yang kemudian dikuatkan oleh Undang-Undang
Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999.
Menurut pedoman yang diberikan oleh United Nation
Commissiom on International Trade Law (UNCITRAL), baru termasuk ruang
lingkup arbitraseinternasional manakala memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Jika pada saat menandatangani kontrak yang menjadi
sengketa, para pihak mempunyai tempat bisnis di negara yang berbeda, atau
2. Jika tempat arbitrase sesuai dengan kontrak arbitrase
berada di luar tempat bisnis para pihak, atau
3. Jika pelaksanaan sebagian besar dari kewajiban dalam
kontrak berada di luar kontrak bisnis para pihak atau pokok sengketa sangat
terkait dengan tempat yang berada di luar tempat bisnisnya para pihak, atau
4. Para pihak dengan tegas telah menyetujui bahwa pokok
persoalan dalam kontrak arbitrase berhubungan dengan lebih dari 1 (satu)
negara.
Telah disebutkan bahwa putusan arbitrase
internasional/asing dapat dieksekusi di Indonesia. Yang berwenang melakukan
eksekusi putusan arbitrase internaional/asing tersebut adalah Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan memberikan
suatu putusan Ketua Pengadilan Negeri dalam bentuk “perintah pelaksanaan” yang
dalam praktik dikenal dengan istilah “eksekuatur”. Agar eksekusi
tersebut dapat dijalankan, haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Berlaku asas resiprositas. Artinya, hukum di negara
asal arbitrasi maupun hukum di negara asal pihak yang menang haruslah dapat
juga memberlakukan putusan arbitrase Indonesia.
2. Sengketa termasuk ke dalam ruang lingkup hukum dagang.
3. Putusan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
4. Mendapat eksekuatur dari ktua Pengadilan Negeri.
5. Jika menyangku dengan
Perbandingan
antara Negosiasi atau perundingan, arbitrase Dan Ligitasi
Negosiasi atau
perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian
sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk
menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan
tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
Ligitasi
Litigasi adalah sistem penyelesaian
sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui
jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak
mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua
belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak
akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.
Kebaikan dari
sistem ini adalah:
Ruang lingkup
pemeriksaannya yang lebih luas
Biaya yang
relatif lebih murah
Sedangkan
kelemahan dari sistem ini adalah:
§ Kurangnya kepastian hokum Hakim yang “awam”
Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian
sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan
sebagai “litigasi swasta” Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim
tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang
harus ada adalah “klausula arbitrase” di dalam perjanjian yang dibuat sebelum
timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau “Perjanjian Arbitrase” dalam
hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam
perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut
berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga
menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika
perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak
karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut
akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase.
Beberapa
keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
1.
Arbitrase
relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang
bersengketa.
2.
Arbiter
merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan
lebih cermat.
3.
Kepastian Hukum
lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak.
Sedangkan
kelemahannya antara lain:
1.
Biaya yang
relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak
2.
Putusan
Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke
Pengadilan Negeri.
3.
Ruang lingkup
arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan,
ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
Kasus :
Contoh Sengketa Internasional dan Penyelesaiaannya
Sengketa Internasional antara Indonesia dan Timor
Leste
Penyebab
Klaim wilayah
Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh Timor
Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara KesatuanRepublik
Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian
warga Timor Leste tepatnya di perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah
Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI) dengan
Timor Leste.
Penyelesaian
Permasalahan perbatasan
antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan
Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian.Masalah perbatasan
antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini
belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lima titik
tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang
memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga
titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan
Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).Berlarutnya penyelesaian
lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua
negara belum bisa dilakukan. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum
disepakati warga dari kedua negara yakni:
Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah. Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubah. Selain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara.
Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas Negara.
Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah. Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubah. Selain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara.
Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas Negara.
Sengketa Indonesia dengan Malaysia
Persengketaan
antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam
pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata
memasukkan pulau sipadan dan pulau ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya.
Kedua negara lalu sepakat agar sipadan dan ligitan dinyatakan dalam keadaan
status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia
membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena
Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai
persengketaan selesai, sedangkan pihak indonesia mengartikan bahwa dalam status
ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai
persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969 pihak
malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta
nasionalnya.
Keputusan mahkamah internasional pada tahun 1998 masalah sengketa sipadan
dan ligitan dibawa ke icj, kemudian pada
hari selasa 17 desember 2002 icj mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa
kedaulatan pulau sipadan-ligatan antara indonesia dengan malaysia. Hasilnya,
dalam voting di lembaga itu,
malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak
kepada indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari mi,
sementara satu hakim merupakan pilihan malaysia dan satu lagi dipilih oleh
indonesia. Kemenangan malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan
effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan
batas-batas maritim), yaitu pemerintah inggris (penjajah malaysia) telah
melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi
perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu
sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an.
Sumber :