PENGERTIAN
HUKUM
Secara umum dapat didefinisikan bahwa Hukum adalah
peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan di masyarakat.
Peraturan ini diadakan oleh badan resmi. Peraturan ini juga bersifat mengikat
dan memaksa sehingga jika terjadi pelanggaran atas peraturan tersebut, maka
akan dikenakan sanksi yang tegas.
Ada beberapa pengertian tentang hukum menurut para ahli, diantaranya :
1.
E. Utrecht, S.H.
Dalam bukunya yang berjudul Pengantar dalam Hukum
Indonesia (1953), beliau mencoba membuat suatu batasan sebagai pegangan bagi
orang yang sedang mempelajari ilmu hukum. Menurutnya, hukum ialah himpunan
peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib kehidupan
bermasyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan
karena pelanggaran petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pihak
pemerintah.
2.
Achmad Ali
Hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar
dan apa yang salah, yang dibuat atau diakui eksistensinya oleh pemerintah, yang
dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) ataupun yang tidak tertulis,
yang mengikatdan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan, dan
dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan itu.
3.
Immanuel Kant
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan (1995).
4.
Dr. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas
yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan memelihara
ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya
kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat.
5.
C.T. Simorangkir
Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan dibuat oleh
lembaga berwenang.
6.
E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan. Ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang
menjadi pedoman bagi penguasapenguasa negara dalam melakukan tugasnya.
7.
M. Amin
Dalam bukunya yang berjudul “Bertamasya ke Alam
Hukum,” hukum dirumuskan sebagai berikut: Kumpulankumpulan peraturan yang
terdiri atas norma dan sanksi sanksi. Tujuan hukum itu adalah mengadakan
ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban
terpelihara.
8.
Borst
Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau
perbuatan manusia di dalam masyarakat. Yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan
bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.
9.
Dr. Van Kan
Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat
memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarat.
Menarik dari semua pendapat diatas hukum menurut saya adalah suatu bentuk
peraturan tertulis yang mengatur keterertiban setiap perilaku dan pergaulam
manusia dalam bermasyarakat dengan tujuan untuk melindungi kepentingan munusia
itu sendiri dalam bermasyarakat, serta adanya sanksi pasti yang akan dijatuhkan
apabila ada pelanggaran atas hukum tersebut.
TUJUAN HUKUM
Pada umumnya Hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya
hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi
hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim
berdasarkan dengan ketentuan yang berlaku.
Sama halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau pendapat mengenai
tujuan hukum. Beberapa teori-teori dari para ahli :
- Prof. Subekti, SH, Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula;
- Geny, Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan dan kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
- Prof. Mr. Dr. LJ. Van Apeldoorn, Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
- Jeremy Betham (teori utilitas), Hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.
- Prof. Mr. J. Van Kan, Hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu
SUMBER-SUMBER HUKUM
Adapun
yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber
hukum dapat ditnjau dari segi material dan segi formal:
- Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan sebagainya.
Contoh :
- Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum
- Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
- Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:
- Undang-undang (statute)
- Kebiasaan (costum)
- Keputusan-keputusan hakim (jurispridentie)
- Traktat (treaty)
- Pendapat sarjana hukum (doktrin)
- Undang-Undang
Undang-undang
ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Menurut BUYS, undang-undang itu
mempunyai dua arti, yakni:
- Undang-undang dalam arti formal: ialah setiap keputusan Pemerintah yang memerlukan undang-undang karena cara pembuatannya (misalnya: dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan parlemen)
- Undang-undang dalam arti material: ialah setiap keputusan Pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
- Syarat-syarat berlakunya bagi suatu penduduk.
Syarat
mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaga
Negara (LN) oleh Menteri/Sekertaris Negara (dahulu Menteri Kehakiman).
Tanggal
mulai berlakunya satu undang-undang menurut tanggal yang ditentukan dalam
undang-undang itu sendiri. Jika tanggal itu berlakunya tidak disebutkan dalam
undang-undang, maka undang-undang itu mulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan
dala LN. sesudah syarat tersebut dipenuhi, maka berlakulah suatu fictie dalam
hukum: “SETIAP ORANG DIANGGAP TELAH MENGETAHUI ADANYA SUATU UNDANG-UNDANG”. Hal
ini berarti jika ada seseorang yang melanggar undang-undang tersebut, ia tidak
diperkenankan membela dan membebaskan diri dengan alasan: “saya tidak tahu
menahu adanya undang-undang itu”.
- Berakhirnya kekuatan berlakunya suatu undang-undang
Suatu
undang-undang tidak berlaku lagi jika:
- Jangka waktu berlaku telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah lampau.
- Keadaan suatu hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak ada lagi.
- Undang-undang ituu dengan tegas dicabut instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.
- Telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-undang yang dulu berlaku.
- Pengertian Lembaran Negara dan Berita Negara
Pada jaman Hindia-Beanda Lembaran Negara
disebut Staatsblad. Setelah suatu undang-undang diundangkan dalam LN, keudian
diumumkan dalam Berita Negara, setelah itu diumumkan dalam Siaran Pemerintah
melalui radio/televise dan melalui surat-surat kabar. Adapun beda antara
Lembaran Negara dan Berita Negara ialah:
- Lembaran Negara ialah suatu Lembaran (kertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) suatu peraturan-peratuan negara dan pemerintah agar sah berlaku. Penjelasan daripada suuatu undang-undang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara, yang mempunyai nomer berurut. Lembaran Negara diterbitkan oleh Departemen kehakiman, yang disebut dengan tahun pemberitaannya dan Nomer berurut.
Misalnya:
L.N.
tahun 1962 No. 1 (L.N. 1962/1)
L.N.
tahun 1962 No. 2 (L.N. No. 2 tahun 1962)
Contoh:
- N. 1950 No. 56 isinya: Undang-Undang Dasar Sementara (1950).
- N. 1959 tentang peraturan Universitas bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta.
- N. 1961 No. 302 isinya: Undang-Undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.
- Berita Negara ialah suatu penerbitan resmi Menteri Kehakiman (Sekretariat Negara) yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan peraturan-peraturan negara dan pemerintah serta memuat surat-surat yang dianggap perlu, seperti: akta pendirian P.T., Firma, Koperasi, nama-nama orang dinaturalisasi menjadi Warga Negara Indonesia dan lain-lain.
- Kebiasaan (Custom) : Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul lah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergulan hidup dipandang sebagai hukum.
Contoh:
Apabila
seorang komisioner sekali menerima 10% dari hasil penjualan atau pembelian
sebagai upah dan hal ini terjadi berulang-ulang dan komisioner yang lain pun
menerima upah yang sama yaitu 10% maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan
(unsance) yang lambat laun berkembang menjadi hukum kebiasaan.
Soalnya,
apakah seorang hakim juga harus memperlakukan hukum kebiasaan? Menurut pasal 15
Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AB): “Kebiasaan tidaklah
menimbulkan hukum, hanya kalau undang-undang menunjuk pada kebiasaan untuk
diperlakukan.”
Jadi
hakim harus memakai kebiasaan dalam hal-hal UU menunjuk kepada kebiasaan.
Contoh:
Dalam
pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) disebutkan:
“Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah ditetapkan
dengan tegas oleh persetujuan-persetujuan itu, tetapi juga untuk segala sesuatu
menurut sifat persetujuan-persetujuan itu diwajibkan oleh kebiasaan.”
- Keputusan Hakim (Jurisprudensi) : Adapun yang merupakan Peraturan Pokok yang pertama pada jaman Hindia-Belanda dahulu ialah Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia yang disingkat A.B. (Ketentuan-Ketentuan Umum Tentang Peraturan Perundangan Indonesia).
A.B. ini
dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 yang termuat dalam Staatblad 1847 No.
23, dan sehingga saat ini masih berlaku berdasarkan pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “Segala badan negara dan peraturan
yang masih berlangsung berlaku selama sebelum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini.
Menurut
pasal 22 A.B.: “de regter, die wegert regt te spreken onder voorwendsel van
stilzwijgen, duisterhed der wet kan uit hoofed van rechtswijgering vervolgd
worden”, yang mengandung arti, “Hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu
perkara dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan tidak
menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia akan dituntut untuk
dihukum karena menolak mengadili.”
Dari
ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk
membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian,
apabila undang-undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat
dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat
peraturan sendiri.
Keputusan
hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan wewenang yang
diberikan oleh pasal 22 A.B. menjadilah dasar keputusan hakim lainnya/kemudian
untuk mengadili perkara yang serupa dan keputusan hakim tersebut lalu menjadi
sumber hukum bagi pengadilan. Dan Keputusan Hakim yang demikian disebut hukum
Jurispudensi.
Jadi
Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan
dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
Ada dua
macam Jurisprudensi yaitu:
- Jurisprudensi tetap.
- Jurisprudensi tidak tetap.
- Traktat (Teraty)
Apabila
dua orang mengadakan kata sepakat (consensus) tentang sesuatu hal, maka mereka
itu lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak
yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan itu.
Hal
ini disebut Pacta Sunt Servanda yang berarti, bahwa perjanjian mengikat
pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan
ditepati. Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih disebut
perjanjian antara negara atau perjanjian internasional ataupun Traktat. Traktat
juga mengikat warga negara dari negara-negara yang bersangkutan.
Jika
traktat diadakan oleh dua negara, maka traktat adalah Traktat Bilateral,
misalnya perjanjian internasional yang diadakan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat Cina tentang “Dwi-Kewarganegaraan”.
Jika
diadakan oleh lebih dari dua negara, maka Traktat itu disebut Traktat
Multirateral, misalnya perjanjian internasional tentang pertahanan bersama
negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropa. Apabila ada
Traktat Multirateral memberikan kesempatan pada negara-negara yang pada
permulaan tidak turut mengadakannya, tetapi kemudian juga menjadi pihaknya,
maka traktat tersebut adalah Traktat Kolektif atau Traktat Terbuka, misalnya
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
- Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Pendapat
para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam
pengambilan keputusan oleh hakim.
Dalam
Jurisprudensi terlihat bahwa hukum sering berpegang pada pendapat seseorang
atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum.
Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut
(mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya;
apalagi jika sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu
menjadi dasar keputusan hakim tersebut. Terutama dalam hubungan internasional
pendapat-pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh yang besar. Bagi hukum
internasional pendapat para sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sangat
penting.
Mahkamah
Internasional dalam Piagam Mahkamah Inernasional (Statue of The International
Court of Justice) pasal 38 ayat 1 mengakui, bahwa dalam menimbang dan memutus
suatu perselisihan dapat menggunakan beberapa pedoman yang antara lain ialah:
- Perjanjian-perjanjian internasional (International Conventions).
- Kebiasaan-kebiasaan internasional (International Customs).
- Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (The General Principles of Law Recognized by Civilsednations).
- Keputusan hakim (Judical Decision) dan pendapat-pendapat sarjana hukum.
KODIFIKASI
HUKUM
Menurut
bentuknya, Hukum dapat dibedakan menjadi:
1. Hukum
Tertulis (Statue Law = Written Law), yakni Hukum yang dicantumkan dalam
berbagai peraturan-peraturan.
2. Hukum
Tak Tertulis (Unsatatutery Law = Unwritten Law), yaitu Hukum
yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun
berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum
kebiasaan).
Mengenai
Hukum Tertulis, ada yang dikodifikasikan, dan yang belum dikodifikasikan. Kodifikasi adalah pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap.
Jelas
bahwa unsur-unsur kodifikasi ialah:
a) jenis-jenis hukum tertentu (misalnya Hukum
Perdata);
b) sistematis;
c) lengkap.
Adapun
tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis ialah untuk memperoleh: a. kepastian hukum;
b.
penyederhanaan hukum;
c.
kesatuan hukum.
3. Contoh
Kodifikasi Hukum:
Eropa :
- Corpus Iuris Civilis (mengenai hukum Perdata yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari Kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-567.
- Code Civil (mengenai hukum perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napole on di Prancis dalam tahun 1604.
Indonesia :
- Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (1 Mei 1948).
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (1 Mei 1948).
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (1 Januari 1918).
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dana (KUHP), 31 Desember 1981.
HUKUM
YANG DIKODIFIKASIKAN DAN HUKUM YANG TIDAK DIKODOFIKASIKAN
Hukum
yang dikodifikasikan itu adalah hukum tertulis, tetapi tidak semua hukum
tertulis itu telah dikodifikasikan, sehingga hukum tertulis itu dapat dibedakan
antara :
- Hukum tertulis yang telah dikodifikasi misalnya :
- Hukum Pidana, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1918;
- Hukum Pidana, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) pada tahun 1918;
- Hukum Dagang yang telah dikodifikasikan dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada tahun 1848;
- Hukum Acara Pidana yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pada tahun 1981.
- Hukum Tertulis yang tidak dikodifikasikan misalnya :
- Peraturan tentang Hak Merek Perdagangan
- Peraturan tentang Hak Oktroi (hak menemukan di bidang industri)
- Peraturan tentang Hak Cipta (auteurstecht)
- Peraturan tentang Ikatan Perkreditan
- Peraturan tentang Ikatan Panen
- Peraturan tentang Kepailitan
- Peraturan tentang Penundaan Pembayaran (dalam keadaan pailit)
Peraturan-peraturan
ini berlaku sebagai peraturan-peraturan dalam bidang Hukum Dagang dan merupakan
Hukum Dagang yang tidak dikodifikasi. Ringasnya, ditinjau dari segi bentuknya,
maka hukum itu dapat dibagi dalam :
Hukum
tertulis :
- Yang dikodifikasikan
- Yang tidak dikodifikasikan
Hukum Tak
Tertulis (Hukum Kebiasaan); di Indonesia Hukum Kebiasaan (Common Law) disebut
Hukum Adat (Adat Law).
KAIDAH
/ NORMA
Norma
merupakan aturan perilaku dalam suatu kelompok tertentu, dimana setiap anggota
masyarakat mengetahui hak dan kewajiban di dalam lingkungan masyarkatnya
sehingga memungkinkan seseorang bisa menentukan terlebih dahulu bagaimana
tindakan seseorang itu untuk dinilai orang lain. oleh karena itu, norma adalah
suatu kriteria bagi orang lain untuk menerima atau menolak perilaku seseorang.
Di
dalam kehidupan bermasyarkat, norma yang berlaku dapat dilihat dari beberapa
norma yang diiterapkan dilingkungan masyarakat itu sebagi aturan yang
mempengaruhi tingkah laku manusia yaitu sebagai berikut :
- Norma Agama : Merupakan peraturan yang diterima sebagi erintah, larangan, dan anjuran yang diperoleh dari Tuhan YME, bersifat umum dan universal. Apabila dilanggar maka mendapat sanksi hukum yang diberikan Tuhan YME.
- Norma Kesusilaan : Merupakan aturan hidup yang berasal dari hati sanubari manusia itu sendiri, bersifat umum dan universal, apabila dilanggar setiap manusia tersebut akan menyesalkan dirinya sendiri.
- Norma Kesopanan : Merupakan peraturan hidup yang tibul daripada pergaulan manusia, berupa suatu tatanan pergaulan masyarakat, apabila dilanggar oleh setiap anggota masyarakat akan dicela/diasingkan oleh masyarkat setempat.
Ketiga
norma diatas mempunyai tujuan sebagai pembinaan didalam kehidupan bermasyarakat
sehingga interaksi antar anggota masyarakat dapat berjalan dengan baik. Untuk
berjalan dengan baik maka norma agama, kesusilaan dan kesopanan memerlukan
penjabaran dalam bentuk suatu aturan/ kaidah yang bertujuan untuk menjaga
keterttiban masyarakat agar hak dan kewajiban masing-masing anggota masyarakat
dapat berjalan sesuai aturan, aturan tersebut sebagi norma hukum.
- Norma Hukum : Merupakan aturan yang bersifat mengikat pada setiap rang yang pelaksanaannya dapt dpertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan masyarakat.
PENGERTIAN EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI
Pengertian Ekonomi
Ilmu
ekonomi menurut M. Manulang merupakan suatu ilmu yang mempelajari masyarakat
dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana
manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang-barang maupun jasa).
Hukum Ekonomi
Lahirnya
hukum ekonomi disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian. Di seluruh dunia hukum yang berfungsi mengatur dan membatasi
kegiatan-kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan perekonomian tidak
mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
Sunaryati
Hartono, mengatakan bahwa hukum ekonomi merupakan penjabaran hukum ekonomi
pembangunan dan hukum ekonomi sosial sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai
dua aspek sebagai berikut.
- Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi dalam arti peningkatan kehidupan ekonomi secara keseluruhan, dan
- Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh lapisan masyarakat, sehingga setiap warga negara Indonesia dapat menikmati hasil pembangunan ekonomi sesuai dengan sumbangannya kepada usaha pembangunan ekonomi tersebut.
Hukum
ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi sebagai berikut.
- Hukum ekonomi pembangunan yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
- Hukum ekonomi sosial menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dengan martabat kemanusiaan (Hak Asasi Manusia) manusia Indonesia.
Rochmat
Soemitro memberikan definisi, hukum ekonomi merupakan sebagian keseluruhan
norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai suatu personifikasi
dari masyarakat yang mengatur kehidupan ekonomi dimana saling berhadapan
kepentingan masyarakat.
Sunaryati
Hartono menyatakan hukum ekonomi Indonesia adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan
putusan-putusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan
ekonomi di Indonesia.
Dasar
hukum ekonomi tersebar dalam pelbagai peraturan-peraturan perundang-undangan
yang bersumber pada Pnacasila dan UUD 1945, serta menganut asas hukum ekonomi
yaitu:
- Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
- Asas manfaat,
- Asas demokrasi Pancasila,
- Asas adil dan merata,
- Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan,
- Asas hukum,
- Asas kemandirian,
- Asas keuangan,
- Asas ilmu pengetahuan,
- Asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan dan kesinambungan dalam kemakuran masyarakat,
- Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
- Asas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.
Dalam
prakte peraulan masyarakat dengan semakin terbuka dunia dengan adanya era
globalisasi maka dasar-dasar hukum ekonommi tidak hanya bertempuh pada hukum
nasional suatu negara, tetapi akan mengikuti hukum internasional.
Era
globalisasi membuat dunia menjadi satu, sehingga baas-batas negara dalam
pengertian ekonomi dan hukum menjadi kabur. Dunia bergerak ke arah satu dalam
berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, pertimbangan-pertimbangan tentang
apa yang berkembang di internasional menjadi penting untuk dijadikan
dasar-dasar hukum ekonomi. Indonesia merupakan bagian dari anggota masyyarakat
dunia yang tidak dapat lagi mengabaikan ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang pasar bebas, ketentuan GATT, WTO, dan Lembaga-lembaga internasional
lainnya. Menjadi sangat penting pula untuk dipahami bahwa pengertian “management accros border”
tidak akan dapat dibendung. Dimana akan bergerak kearah satu pemahaman tentang
bagaimana meratakan ekonomi dunia. Negara-negara yang mengasingkan diri karena
berbagai pertimbangan dengan sendirinya karena proses waktu akan tertinggal
dari negara lainnya.
SUBJEK DAN OBJEK HUKUM EKONOMI
A. Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
a. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
b. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
a. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
b. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
B. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
a. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
b. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
a. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
b. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
B. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Sumber :